Gemulai Tari Angguk Kulon Progo

Sejarah Angguk
Tarian rakyat dibuat oleh sekelompok masyarakat yang terpisah secara sosial diluar wilayah keraton. Tarian rakyat hadir setelah terjadi pengelohan aspek sosial, budaya, ekonomi, sejarah yang tumbuh dan berproses di tengah masyarakat. Fungsinya kebanyakan untuk menyebarkan nilai positif tertentu, penyebaran agama dan sarana interaksi masyarakat. Selain itu fungsi turunannya sebagai media hiburan.

Demikian halnya dengan tari Angguk. Pada awal perkembangannya Angguk dipergunakan sebagai media penyebaran agama Islam. Seiring berjalannya waktu berkembang menjadi tarian dengan fungsi lain yang lebih sekuler sehingga dapat dinikmati oleh siapapun, meskipun tetap kental dengan nuansa Islam yang terlihat dari lantunan vokal pengiringnya. Biasanya angguk ditanggap ketika ada masyarakat yang sedang melangsungkan pernikahan, supitan dan lain sebagainya.

Tarian Angguk termasuk pada golongan tarian rakyat yang bernafaskan Islam. Di dusun Tlogolelo, Hargomulyo, Kokap, kesenian angguk bahkan sudah ada sejak tahun 1954. Hanya berjarak 9 tahun sejak bangsa ini merdeka. Hal ini menjadi bukti bahwa meskipun saat itu Kulonprogo tak luput dari penjajahan Jepang, namun warganya selalu berkreasi menciptakan kesenian sebagai sarana penyampaian nilai tertentu dan hiburan.

Antara tahun 1970 hingga 1980 Angguk berkembang pesat sampai pada tahun 1991 muncul lah grup angguk Putri Lestari di Dusun Pripih, desa Hargomulyo, Kokap. Angguk putri memang lebih berkembang dibanding  Angguk yang ditarikan oleh pria. Keberadaannya lebih terkenal dibanding Tarian Angguk pria.

Menurut penelitian yang dilakukan Fajar Listyanto pada tahun 2010, redupnya tarian Angguk pria erat kaitannya dengan perubahan yang terjadi di masyarakat kaitannya dengan Angguk. Perubahan ini seperti perubahan bentuk pertunjukan, perubahan sifat pertunjukan dan perubahan tujuan pertunjukan.

Sampai tahun 1998 atau sebelum reformasi, di Kecamatan Kokap saja terdapat sepuluh grup tari Angguk. Tujuh di antaranya grup angguk putra dan sisanya putri. Selain di Kecamatan Kokap saat itu juga terdapat grup angguk di daerah Bendungan, Kecamatan Wates; Panjatan, Kecamatan Panjatan; Kulur dan Jangkaran dari Kecamatan Temon.

Menurut beberapa sumber, Tarian Angguk masih memiliki ikatan dengan Tarian Dolalak yang besar di Kabupaten Purworejo. Jika memang mirip, hal seperti ini munkin saja terjadi . Akulturasi budaya bisa jadi telah terbentuk mengingat Kabupaten Kulonprogo secara geografis berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo di Jawa Tengah.

Tidak hanya akulturasi dengan jenis tarian lain, perpaduan budaya di tarian Angguk juga tampak dari instrumen musik pengiringnya. Saat ini kesenian Angguk modern sudah mulai disisipi alat musik seperti rebana, bedug, simbal, snare drum bahkan juga keyboard. Nuansa Arab dan Jawa terlihat dari lantunan syair dan nuansa Eropa tergambar dari kostum yang dikenakan para penari.

Detail tarian dan pengiring
Pakem musik pengiring Angguk sesungguhnya hanya terdiri dari kendang, terbang, kacer dan jedor. Pengrawitnya biasa berpakaian adat Jawa namun terkadang Islami tergantung di acara apa mereka berpentas. Begitupun syair lagu, kadang dinyanyikan dengan bahasa lokal tak jarang pula dengan tutur kata Arab.

Jika bicara mengenai penamaan, Angguk dalam Bahasa Jawa memiliki arti menggerakkan kepala ke atas kemudian ke bawah secara berulang. Gerakan tersebut adalah ciri khas tarian Angguk yang mungkin dipakai oleh para penciptanya sebagai nama dari jenis tarian ini. Berdasarkan cerita dari masyarakat, gerakan Angguk terinspirasi dari gerakan berbaris serdadu Belanda. Jika dilihat secara visual, gerakan tarian Angguk memang mirip gerakan baris-berbaris berpadu dengan tarian tradisional Jawa.

Tarian Angguk termasuk ke dalam jenis tarian kelompok berjumlah 15 orang. Dapat dipentaskan di dalam ruangan dan di luar ruangan selama kondisi permukaan tanahnya datar. Posisi kaki penari Angguk pada umumnya terbuka dan lengan pada posisi sedang. Berbeda dengan posisi kaki pada tari tradisional Jawa yang dipentaskan perempuan, kebanyakan pada posisi tertutup. Disamping itu ada gerakan tangan yang menyerupai uker dan ngruji dengan dua jari. Ada pula juga gerakan sabetan dan ombak banyu seperti pada wayang wong.

Layaknya tarian rakyat dan tarian tradisional lain, tari Angguk juga dibawakan dengan kisah tertentu. Peran yang dibawakan dibagi manjadi dua macam yakni peran utama dan pengiring. Peran utama terdiri dari tokoh Umarmoyo, Sekar Mawar, Dewi Kuning-Kuning, Air Gunung, Trisnowati dan Awang-awang. Sedangkan penari lain bertindak sebagai pengiring.

Berbeda dengan saat ini, kostum yang dipakai penari Angguk jaman dahulu sangat sederhana. Tidak seperti saat ini yang nampak lebih atraktif. Sejak mula hingga saat ini warna kostum berkisar di warna hitam, merah dan kuning.  Kostum angguk menyerupai baju prajurit Belanda dihiasi dengan gombyok benang emas, pangkat pada bahu kanan kiri penari, slempang, sampur cinde, kace, kalung, topi pet warna hitam dengan hiasan bintang sebagai lambing religiusitas. Selain itu yang khas dari Angguk adalah penari selalu menggunakan kaos kaki panjang  warna merah dan ada pula yang kuning seperti pemain sepakbola tanpa sepatu, bercelana pendek serta berkaca mata hitam.

Belum ada patokan dalam hal tata rias. Yang pasti selalu ada adalah penggunaan lipstick atau benges tebal warna merah. Bedak dan sebagainya bukan tuntutan utama dalam pementasan tari Angguk.

Dalang dan pembawa syair
Di setiap pementasan Angguk selalu ada seseorang yang bertugas membawakan syair. Syair yang digunakan diambil dari Alquran, kitab Tlodo serta kitab lain yang bernafaskan muslim serta budaya Jawa. Para pengiring tetabuhan Angguk duduk sejajar dengan para penari di atas panggung. Kepercayaan yang berkembang di masyarakat yakni kesenian Angguk dianggap dapat mendatangkan kesembuhan bagi penanggap jika kebetulan sedang sakit.

Bentuk dialog dari tari Angguk semacam tembang yang dibawakan oleh dalang menggunakan Bahasa Arab, Bahasa Jawa ngoko dan terkadang Bahasa Indonesia. Pertunjukan tari angguk dipimpin oleh seorang dalang yang bertugas membaca sholawat. Lama pertunjukan Angguk bisa mencapai lima sampai tujuh jam, namun untuk keperluan tertentu dapat dipotong menjadi dua sampai tiga jam. Jaman dahulu tari Angguk dipentaskan pada malam hari mulai pukul 21.00 dengan diawali bunyi instrument musik.

Banyak dari kita tidak memahami bahwa pementasan tari Angguk dibagi menjadi beberapa bagian. Bagian pertama dalang membacakan sholawat dan posisi semua penari masih duduk berhadapan. Kemudian penari berjajar menghadap penonton untuk memberikan penghormatan kepada penonton dengan posisi masih duduk.

Setelah itu dua orang penari menari bersama dengan posisi berdiri sedang penari yang lain masih tetap duduk. Kemudian para penari menari bersama untuk memanggil roh. Roh akhirnya datang merasuki salah seorang penari. Roh yang dipanggil misalnya Umarmoyo. Biasanya roh Umarmoyo ini dipanggil setelah jatuh pada srokal dan setiap babak selalu didahului pembacaan sholawat oleh dalang. Keseluruhannya mengambil tema dari dari Serat Ambiya, dengan pokok cerita tentang masa kecil Umarmoyo dan Wong Agung Jayengrono.

Angguk seakan lenyap
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah kapan kita berkesempatan untuk melihat tarian Angguk lagi? Jika puas menunggu setahun sekali kawan-kawan dari kelompok Angguk yang berdomisili di Kokap selalu tampil di karnaval memperingati kemerdekaan Republik ini. Patut diapresiasi dengan munculnya variasi baru dari tari Angguk yakni Senam Angguk, namun harus digarisbawahi bahwa Senam Angguk bukanlah Angguk.

Menjadi sangat indah jika kita bergumul bersama mereka yang giat mengembangkan kesenian lokal. Mengajak lalu memberikan mereka kesempatan unjuk kebolehan sekaligus  memberikan hiburan di acara kampung ataupun acara pribadi. Dengan ini kesenian lokal Kulonprogo akan selalu terpelihara. Tidak menolak modernisasi, namun bagaimana modernisasi bersama tradisi dapat tumbuh berdampingan dengan asri.

Tahun lalu saat karnaval kami berbincang dengan salah satu panitia ketika kontingen Angguk berunjuk kebolehan di depan mimbar Wakil Bupati. Panitia ini berseloroh, Angguk ini kemarin tampil di depan Presiden pada sebuah acara kenegaraan. Angguk dapat bermain di Istana Negara. Mengapa di Kulonprogo tidak? (sumber: Bappeda Kulonprogo; foto: http://www.kompasiana.com/laksitawii)

Sumber artikel http://watespahpoh.net/2014/gemulai-tarian-angguk-kulonprogo.html

Leave a comment